Bagaimana caranya untuk mengenali sama ada
sesebuah hadis itu hadis sahih?
a)
Syarat
pada sanad
b)
Syarat
pada matan
a)
Syarat
pada sanad
Para ulama telah
merumuskan tentang kriteria syarat pada sanad sebagaimana berikut:
1.
Sanad
bersambung
Maksudnya adalah bahawa
setiap periwayat menerima hadis secara langsung dari periwayat yang berbeza
di atasnya, dari awal sanad sampai kepada akhir sanad, dan seterusnya
sampai kepada Nabi Muhammad SAW sebagai sumber hadis tersebut.
Untuk membuktikan apakah sanad-sanad
itu bersambung atau tidak, di antaranya dilihat dari usia periwayat
masing-masing dan tempat tinggal mereka. Apakah usia keduanya memungkinkan
bertemu atau tidak.
Selain itu, cara
mereka menerima atau menyampaikannya ialah dengan cara sama’ (mendengar guru
memberikan hadis dari periwayat itu) atau munawalah (seorang guru memberikan
hadis yang dicatatnya kepada muridnya) atau dengan cara lain.
Untuk mengetahui
bersambung (dalam arti musnad) atau tidak bersambungnya suatu sanad, ulama
hadis menggunakan kaedah penelitian sanad sebagaimana berikut:
a)
Mencatat
semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti.
b)
Mempelajari
sejarah hidup periwayat:
1)
Melalui
kitab-kitab rijal al-hadis, misalnya kitab Tahdzib al-Tahdzib susunan Ibn Hajar
al-Asqalaniy dan kitab al-Kasyif susunan Muhammad bin Ahmad al-Dzahabiy.
2)
Dengan
maksud untuk mengetahui:
a.
Apakah
setiap periwayat dalam sanad itu dikenal sebagai orang yang adil dan dhabit,
serta tidak suka melakukan penyembunyian cacat (tadlis).
b.
Apakah
antara para periwayat dengan periwayat yang terdekat dalam sanad itu terdapat
hubungan:
(1)
Kesezamanan
pada masa hidupnya.
(2)
Guru-murid
dalam periwayatan hadis.
c)
Meneliti
kata-kata yang menghubungkan antara para periwayat dengan periwayat yang
terdekat dalam sanad, yakni apakah kata-kata yang terpakai berupa haddasaniy,
haddasana, akhbarana, ‘an, anna atau kata-kata lainnya.
Jadi, suatu
sanad hadis barulah dapat dinyatakan bersambung apabila:
a)
Seluruh
periwayat dalam sanad itu benar-benar siqat (adil dan dhabit).
b)
Antara
masing-masing periwayat dengan periwayat terdekat sebelumnya dalam sanad itu
benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan hadis secara sah menurut ketentuan
tahammul wa ada’ al-hadis.
2.
Seluruh
periwayat dalam sanad bersifat adil
Perawinya mestilah bersifat
adil. Maksud adil di sini adalah:
a)
Beragama
Islam
b)
Mukalaf
c)
Melaksanakan
ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah
d)
Memelihara
muru’ah
3.
Seluruh
periwayat dalam sanad bersifat dhabit
Ulama terdahulu telah
mengklasifikasikan ciri-ciri sifat dhabit sebagaimana berikut:
a)
Periwayat
itu memahami dengan baik riwayat yang telah didengarnya (diterimanya).
b)
Periwayat
itu hafal dengan baik riwayat yang telah didengarnya (diterimanya).
c)
Periwayat
itu mampu menyampaikan riwayat yang telah dihafalnya itu dengan baik kepada
orang lain:
1)
Yakni
bila-bila saja dia menghendakinya.
2)
Sampai
saat dia menyampaikan riwayat itu kepada orang lain.
Adapun cara
penetapan kedhabitan seseorang periwayat, dapat dinyatakan sebagai berikut:
a)
Kedhabitan
periwayat dapat diketahui berdasarkan kesaksian ulama.
b)
Kedhabitan
periwayat dapat diketahui juga berdasarkan kesesuaian riwayatnya dengan riwayat
yang disampaikan oleh periwayat lain yang telah dikenal kedhabitan. Tingkat
kesesuaiannya mungkin hanya sampai ketingkat makna atau mungkin ketingkatan
harfiah.
c)
Apabila
seorang periwayat sesekali mengalami kekeliruan, maka dia masih dinyatakan
sebagai periwayat yang dhabit. Tetapi jika kesalahan itu sering terjadi, maka
periwayat yang bersangkutan tidak lagi disebut sebagai periwayat yang dhabit.
Dari sudut
kuatnya ingatan perawi, para ulama membagi kedhabitan ini menjadi dua:
a)
Dhabit
Shadr (dhabit fuad) - Artinya terpelihara hadis yang diterimanya dalam hafalan,
sejak ia menerima hadis tersebut sampai meriwayatkannya kepada orang
lain, bila saja periwayatan itu diperlukan.
b)
Dhabit
Kitab - Artinya terpeliharanya periwayatan itu melalui tulisan-tulisan
yang dimilikinya, ia memahami dengan baik tulisan hadis yang
tertulis dalam kitab yang ada padanya, dijaganya dengan baik dan meriwayatkannya kepada
orang lain dengan benar.
4.
Sanad
hadis itu terhindar dari syudzudz
Dalam arti bertentangan
atau menyalesihi orang yang terpercaya dan lainnya. Syadz adalah suatu
kondisi dimana seorang periwayat berbeda dengan periwayat yang lain
yang lebih kuat posisinya. Kondisi ini dianggap janggal kerana bila ia
berada dengan periwayat yang lain yang lebih kuat posisinya, baik dari
segi kekuatan daya ingatanya atau hafalannya atau pun jumlah mereka lebih
banyak, maka para periwayat yang lain itu harus diunggulkan, dan
ia sendiri disebut syadz atau janggal. Dan karena kejanggalannya
maka timbulah penilaian negatif terhadap periwayatan hadis
yang bersangkutan. Sebenarnya kejanggalan suatu hadis itu akan
hilang dengan terpenuhi syarat-syarat sebelumnya, karena para muhadditsin menganggap
bahwa ke-dhabit-an telah mencukupi potensi kemampuan periwayat yang berkaitan
dengan jumlah hadits yang dikuasainya. Boleh jadi terdapat kekurang pastian
dalam salah satu hadisnya, tanpa harus kehilangan predikat ke-dhabit-annya
sehubungan dengan hadis-hadis yang lain. Kekurang pastian tersebut
hanya mengurangi keshahihan hadis yang dicurigai saja.
5.
Sanad
hadis itu terhindar dari ‘illat
Kata ‘illat yang terbentuk
jama’nya ialah ‘illa atau al-‘illai, menurut bahasa
berarti cacat, penyakit,
keburukan dan kesalahan baca. Dengan pengertian ini, maka yang disebut hadis
ber’illat adalah hadis-hadis yang ada cacat atau penyakitnya. Maksudnya ialah
bahawa hadis yang bersangkutan bebas dari cacat hadisnya. Yakni hadis itu
terbebas dari sifat-sifat samar yang membuatnya, meskipun lihat bahawa hadis
itu tidak menunjukkan adanya cacat-cacat tersebut. Jadi hadis yang mengandung cacat
itu bukan hadis yang sahih.
Syarat Pada
Matan
Kemudian perlu kita
ketahui, bahwa hadis itu tidak dipandang sahih dengan kerana sanadnya telah
shahih, jika matannya nyatanya berlawanan dengan keterangan-keterangan yang
lebih kuat daripadanya. Tidak cukup untuk mengsahihkan sesuatu hadis, melihat
dari sanadnya saja. Salah satu versi tentang criteria keshahihan matan hadis
ialah bahawa suatu matan hadis dapat dinyatakan maqbul (diterima) sebagai matan
hadis yang sahih apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
Ø tidak bertentangan
dengan akal sihat
Ø tidak bertentangan
dengan hukum Al-Qur’an yang telah muhkam (ketentuan hukum yang telah tetap)
Ø tidak bertentangan
dengan hadis mutawatir
Ø tidak bertentangan
dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan ulama masa lalu (ulama Salaf)
Ø tidak bertentangan
dengan dalil yang telah pasti
Ø tidak bertentangan dengan
hadis ahad yang kualiti kesahihannya lebih kuat.