Selasa, 14 Oktober 2014

Cara-cara untuk mengenali sama ada sesebuah hadis itu hadis sahih

Bagaimana caranya untuk mengenali sama ada sesebuah hadis itu hadis sahih?
a)      Syarat pada sanad
b)      Syarat pada matan

a)      Syarat pada sanad

Para ulama telah merumuskan tentang kriteria syarat pada sanad sebagaimana berikut:

1.       Sanad bersambung

Maksudnya adalah bahawa setiap periwayat menerima hadis secara langsung dari periwayat yang berbeza di atasnya, dari awal sanad sampai kepada akhir sanad, dan seterusnya sampai kepada Nabi Muhammad SAW sebagai sumber hadis tersebut.

Untuk membuktikan apakah sanad-sanad itu bersambung atau tidak, di antaranya dilihat dari usia periwayat masing-masing dan tempat tinggal mereka. Apakah usia keduanya memungkinkan bertemu atau tidak.

Selain itu, cara mereka menerima atau menyampaikannya ialah dengan cara sama’ (mendengar guru memberikan hadis dari periwayat itu) atau munawalah (seorang guru memberikan hadis yang dicatatnya kepada muridnya) atau dengan cara lain.

Untuk mengetahui bersambung (dalam arti musnad) atau tidak bersambungnya suatu sanad, ulama hadis menggunakan kaedah penelitian sanad sebagaimana berikut:

a)      Mencatat semua nama periwayat dalam sanad yang diteliti.
b)      Mempelajari sejarah hidup periwayat:

1)      Melalui kitab-kitab rijal al-hadis, misalnya kitab Tahdzib al-Tahdzib susunan Ibn Hajar al-Asqalaniy dan kitab al-Kasyif susunan Muhammad bin Ahmad al-Dzahabiy.
2)      Dengan maksud untuk mengetahui:
a.       Apakah setiap periwayat dalam sanad itu dikenal sebagai orang yang adil dan dhabit, serta tidak suka melakukan penyembunyian cacat (tadlis).
b.      Apakah antara para periwayat dengan periwayat yang terdekat dalam sanad itu terdapat hubungan:
(1)    Kesezamanan pada masa hidupnya.
(2)    Guru-murid dalam periwayatan hadis.
c)       Meneliti kata-kata yang menghubungkan antara para periwayat dengan periwayat yang terdekat dalam sanad, yakni apakah kata-kata yang terpakai berupa haddasaniy, haddasana, akhbarana, ‘an, anna atau kata-kata lainnya.
Jadi, suatu sanad hadis barulah dapat dinyatakan bersambung apabila:
a)      Seluruh periwayat dalam sanad itu benar-benar siqat (adil dan dhabit).
b)      Antara masing-masing periwayat dengan periwayat terdekat sebelumnya dalam sanad itu benar-benar telah terjadi hubungan periwayatan hadis secara sah menurut ketentuan tahammul wa ada’ al-hadis.

2.       Seluruh periwayat dalam sanad bersifat adil

Perawinya mestilah bersifat adil. Maksud adil di sini adalah:
a)      Beragama Islam
b)      Mukalaf
c)       Melaksanakan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah
d)      Memelihara muru’ah

3.       Seluruh periwayat dalam sanad bersifat dhabit

Ulama terdahulu telah mengklasifikasikan ciri-ciri sifat dhabit sebagaimana berikut:

a)      Periwayat itu memahami dengan baik riwayat yang telah didengarnya (diterimanya).
b)      Periwayat itu hafal dengan baik riwayat yang telah didengarnya (diterimanya).
c)       Periwayat itu mampu menyampaikan riwayat yang telah dihafalnya itu dengan baik kepada orang lain:
1)      Yakni bila-bila saja dia menghendakinya.
2)      Sampai saat dia menyampaikan riwayat itu kepada orang lain.
Adapun cara penetapan kedhabitan seseorang periwayat, dapat dinyatakan sebagai berikut:
a)      Kedhabitan periwayat dapat diketahui berdasarkan kesaksian ulama.
b)      Kedhabitan periwayat dapat diketahui juga berdasarkan kesesuaian riwayatnya dengan riwayat yang disampaikan oleh periwayat lain yang telah dikenal kedhabitan. Tingkat kesesuaiannya mungkin hanya sampai ketingkat makna atau mungkin ketingkatan harfiah.
c)       Apabila seorang periwayat sesekali mengalami kekeliruan, maka dia masih dinyatakan sebagai periwayat yang dhabit. Tetapi jika kesalahan itu sering terjadi, maka periwayat yang bersangkutan tidak lagi disebut sebagai periwayat yang dhabit.
Dari sudut kuatnya ingatan perawi, para ulama membagi kedhabitan ini menjadi dua:
a)      Dhabit Shadr (dhabit fuad) - Artinya terpelihara hadis yang diterimanya dalam hafalan, sejak ia menerima hadis tersebut sampai meriwayatkannya kepada orang lain, bila saja periwayatan itu diperlukan.

b)      Dhabit Kitab - Artinya terpeliharanya periwayatan itu melalui tulisan-tulisan yang dimilikinya, ia memahami dengan baik tulisan hadis yang tertulis dalam kitab yang ada padanya, dijaganya dengan baik dan meriwayatkannya kepada orang lain dengan benar.








4.       Sanad hadis itu terhindar dari syudzudz

Dalam arti bertentangan atau menyalesihi orang yang terpercaya dan lainnya. Syadz adalah suatu kondisi dimana seorang periwayat berbeda dengan periwayat yang lain yang lebih kuat posisinya. Kondisi ini dianggap janggal kerana bila ia berada dengan periwayat yang lain yang lebih kuat posisinya, baik dari segi kekuatan daya ingatanya atau hafalannya atau pun jumlah mereka lebih banyak, maka para periwayat yang lain itu harus diunggulkan, dan ia sendiri disebut syadz atau janggal. Dan karena kejanggalannya maka timbulah penilaian negatif terhadap periwayatan hadis yang bersangkutan. Sebenarnya kejanggalan suatu hadis itu akan hilang dengan terpenuhi syarat-syarat sebelumnya, karena para muhadditsin menganggap bahwa ke-dhabit-an telah mencukupi potensi kemampuan periwayat yang berkaitan dengan jumlah hadits yang dikuasainya. Boleh jadi terdapat kekurang pastian dalam salah satu hadisnya, tanpa harus kehilangan predikat ke-dhabit-annya sehubungan dengan hadis-hadis yang lain. Kekurang pastian tersebut hanya mengurangi keshahihan hadis yang dicurigai saja.


5.       Sanad hadis itu terhindar dari ‘illat

Kata ‘illat yang terbentuk jama’nya ialah ‘illa atau al-‘illai, menurut bahasa
berarti cacat, penyakit, keburukan dan kesalahan baca. Dengan pengertian ini, maka yang disebut hadis ber’illat adalah hadis-hadis yang ada cacat atau penyakitnya. Maksudnya ialah bahawa hadis yang bersangkutan bebas dari cacat hadisnya. Yakni hadis itu terbebas dari sifat-sifat samar yang membuatnya, meskipun lihat bahawa hadis itu tidak menunjukkan adanya cacat-cacat tersebut. Jadi hadis yang mengandung cacat itu bukan hadis yang sahih.

Syarat Pada Matan

Kemudian perlu kita ketahui, bahwa hadis itu tidak dipandang sahih dengan kerana sanadnya telah shahih, jika matannya nyatanya berlawanan dengan keterangan-keterangan yang lebih kuat daripadanya. Tidak cukup untuk mengsahihkan sesuatu hadis, melihat dari sanadnya saja. Salah satu versi tentang criteria keshahihan matan hadis ialah bahawa suatu matan hadis dapat dinyatakan maqbul (diterima) sebagai matan hadis yang sahih apabila memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:

Ø tidak bertentangan dengan akal sihat
Ø tidak bertentangan dengan hukum Al-Qur’an yang telah muhkam (ketentuan hukum yang telah tetap)
Ø tidak bertentangan dengan hadis mutawatir
Ø tidak bertentangan dengan amalan yang telah menjadi kesepakatan ulama masa lalu (ulama Salaf)
Ø tidak bertentangan dengan dalil yang telah pasti

Ø tidak bertentangan dengan hadis ahad yang kualiti kesahihannya lebih kuat.

Tiada ulasan:

Catat Ulasan